My Coldest CEO

41| After 1 Night Stand



41| After 1 Night Stand

0Pagi harinya ...     

Kepala Azrell terasa pening dengan tubuh yang terkena sapuan AC, membuat dirinya menggigil. Dengan perlahan, kedua bola matanya yang satu arah dengan pantulan sinar mentari mulai terbuka. Menyamakan netra-nya dengan cahaya, sekaligus indra penciumannya yang mulai mendengus sebuah aroma maskulin yang sangat memabukkan.     

"Loh, aku di mana?" tanyanya pada diri sendiri.     

Saat ingin mengubah posisinya menjadi duduk di tepi kasur, ia merasa ada yang beda dengan dirinya. "ASTAGA!" serunya sampai terdengar memekik, memantul ke sudut ruangan.     

Ia ingat dengan apa yang terjadi tadi malam. Mabuk, di ajak bicara oleh seorang laki-laki, lalu melakukan hubungan badan yang tentu saja membuat dirinya bergairah.     

"Shit,"     

Azrell duduk di tepi kasur, lalu kedua matanya memicing kala melihat melihat sebuah kertas yang sudah dapat ia duga benda apa itu. "Tiga ratus juta?" Sebuah senyuman tercetak miring di permukaan wajahnya. Ia senang? tentu saja, memangnya siapa yang tidak senang saat kewanitaan mu di bayar segitu banyaknya hanya dengan satu malam saja?     

"Memuaskan, tapi aku di tinggal." ucapnya sambil menaruh     

Menatap tubuhnya yang telanjang dengan kedua daging tumbuh kembar yang menggantung di bagian tengah, ia menarik selimut untuk berjalan perlahan ke arah kamar mandi. Walau dirinya sudah kehilangan mahkota, tak ayal permainan yang diberikan laki-laki tadi malam sangat agresif. Berdoa saja supaya hal itu bukan karena dia yang memintanya untuk bermain cepat.     

Baru saja ia ingin meraih gagang pintu yang di pintunya bertuliskan 'bathroom', benda panjang berbentuk kotak itu sudah terlebih dulu terbuka membuat dirinya mengurungkan niat.     

Terlihat di sana ada seorang laki-laki cukup tampan, yang mungkin saja adalah partnernya tadi malam? ah ia tidak pernah ingat kalau mabuk, siapa saja yang sudah menyentuh dirinya.     

"Hai, sudah bangun ya." sapa laki-laki tersebut sambil mengacak-acak rambutnya yang terlihat basah menggunakan handuk kecil. Jangan lupakan juga handuk berukuran normal yang melingkari pinggangnya, menyembunyikan kejantanan yang tadi malam menguasai tubuh Azrell. Penasaran? iya, Azrell penasaran seberapa hebat dan perkasanya benda itu.     

Azrell menganggukkan kepalanya, tangannya masih menahan selimut supaya tidak meluruh ke lantai dan menampilkan tubuhnya. "Iya sudah bangun, kenapa kamu tidak pergi dari sini?" Ia menaikkan sebelah alisnya. Karena biasanya para laki-laki akan meninggalkan wanitanya yang tertidur karena kelelahan, dan membiarkan mereka terbangun di pagi hari dengan kesendirian.     

Laki-laki tersebut terkekeh kecil, tangannya berhenti bergerak di kepalanya lalu menyampirkan handuk kecil tersebut ke pundaknya. "Dan membiarkan kamu tidak mengenal aku? tentu saja merugikan." ucapnya dengan tenang. Lagipula, ia bukan laki-laki brengsek yang mengajak ngobrol wanita mabuk untuk mendapatkan pelayanan dari dirinya. Ia ingin bertanggung jawab walaupun Azrell bukan wanita yang mahkotanya masih terjaga rapat-rapat.     

Mengerjakan kedua bola matanya, seumur-umur Azrell baru merasakan mendapat perhatian dari laki-laki seperti ini. Biasanya, habis pakai ya di buang. Tapi ini habis di pakai, ya masih akan tetap di jaga, iya kan?     

"Kenapa seperti itu? aku sama sekali tidak keberatan kalau kamu meninggalkan aku, karena hal itu sudah biasa."     

"Tapi aku gak mau, soalnya ingin berkenalan dengan mantan dari Leonardo Luis."     

"Damn, kenapa semua orang mengenalku dengan embel-embel laki-laki brengsek itu? semua orang juga tahu aku pernah jadi model ternama,"     

Azrell sebal sekali dengan orang-orang yang mengenalnya hanya karena Leo. Pasti kalau bertemu dengan orang yang berlalu lalang dan sama sekali tidak memiliki ego untuk menyapa dirinya, mengatakan;     

"Eh itu kan pacarnya Leo, ya? cantik banget."     

"Pasti dia beruntung banget dapetin Leo yang jadi idam-idaman para wanita."     

"Azrell pasti di gendong nama sama Leo, tapi gak masalah sih karena merasa sama-sama good looking jadi tidak risih."     

Dan masih banyak pendapat serta perkataan yang membawa-bawa namanya, pasti harus di berikan bumbu campur tangan Leo.     

Laki-laki tersebut terkekeh, dan ya posisi mereka masih sama-sama di depan kamar mandi. "Tapi kamu lebih di kenal karena berpacaran dengan Lep, akui saja kenyataan itu." ucapnya yang memang mengandung fakta.     

Banyak orang yang enggan mengetahui nama-nama model di dunia, tapi saat ada seseorang yang berpengaruh di dunia dan memiliki seorang kekasih, sudah pasti memang sebuah kebenaran kalau nama Lagi Azrell di tinggikan Leo.     

"Iya, iya. Aku akui, puas? sekarang aku ingin mandi, jangan menghalangi jalanku dan menunda-nunda waktu untuk mengobrol tidak penting."     

"Tapi kamu penting, Azrell."     

"Gak perlu merayu, aku sudah merasa mati rasa."     

Laki-laki tersebut terkekeh mendengar jawaban yang keluar dari mulut Azrell. Rasa-rasanya, memang benar ya kalau bersama dengan wanita sudah dapat di pastikan jika laki-laki akan selalu merasa kalau dirinya kalah. "Kalau begitu, cepetan. Aku tunggu sampai jam delapan pagi, setelah itu kita cari restoran untuk sarapan." ucapnya sambil menggeser tubuh karena tadi, ia menghalangi jalan Azrell yang ingin masuk ke dalam kamar mandi dengan tubuhnya yang atletis.     

"Loh, ngapain? aku mau langsung pulang,"     

Merutuki kebodohannya karena teringat janji dengan Nayya kalau dirinya akan pulang jam tiga pagi, belum lagi nanti ia melihat wajah mengerikan dari seorang Daddy Sam yang seolah-olah menginterogasinya secara diam-diam.     

"Ya kita sarapan dulu, masa aku cuma menikmati kewanitaan mu saja tanpa memberikan imbalan untuk mu karena sudah melayani ku dengan perlahan dan penuh kenikmatan."     

"Tidak perlu, uang dari mu sudah lebih dari cukup untuk imbalan kepada ku. Sekarang, kamu boleh berganti pakaian dan pergi dari sini."     

Kalau para wanita sangat membutuhkan pertanggungjawaban seorang laki-laki, maka lain halnya dengan dirinya yang lebih memilih untuk mengusir laki-laki tanpa nama yang sudah menyetubuhi dirinya.     

"Tidak, wanita itu jangan keras kepala. Segera mandi, dan sepasang dress dan dalaman untuk diri mu sudah tersedia di ujung kasur." ucap laki-laki itu, memberikan penjelasan dengan tangan yang terjulur untuk menunjuk benda yang ia maksud.     

Azrell mengikuti arah pandang laki-laki tersebut, lalu benar saja di sana ada dress berwarna navy. "Kenapa kaku tahu ukuran bra ku?" Hei, pertanyaan seperti apa ini, Azrell?!     

"Ya tahu lah, aku kan menggenggam milik mu, jadi bisa tahu berapa ukuran yang cocok ya semoga saja naluri ku sebagai laki-laki tidak salah."     

Menghembuskan napasnya, Azrell lebih baik menganggukkan kepalanya. "Yasudah kalau begitu," setelah itu ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi tanpa mendengarkan balasan ucapan dari laki-laki itu.     

Tidak ada acara berendam di bathtub karena kamar mandi ini tidak di lengkapi fasilitas itu, jadi ya pagi harinya saat ini hanya di temani oleh shower saja.     

Acara mandi Azrell hanya sekitar lima belas menit saja karena mengingat ada yang menunggunya dan memberikan pesan untuk segera mandi. Ia langsung saja mengeringkan tubuhnya dengan handuk, lalu melingkarinya ke seluruh tubuh sampai menutupi bagian-bagian sensitif milik kewanitaannya yang tidak bisa di ekspos kembali.     

Keluar dari kamar, berharap laki-laki itu bercanda mengenai acara sarapan pagi yang tadi di bicarakan. Tapi harapannya pupus saat melihat orang yang di maksud masih ada, sedang duduk di atas kasur dengan ponsel di tangannya.     

Ia berjalan acuh, mengambil dress beserta pakaian dalam lalu memakainya satu per satu tepat di hadapan laki-laki tersebut.     

"Jangan membuat hasrat ku keluar lagi, Azrell. Nanti malam kamu tambah tidak bisa berjalan,"     

"Siapa yang sedang memancing hasrat mu? tidak lihat kah kalau diri ku sedang memakai baju? huh."     

"Ya tapi kan bisa di kamar mandi, tidak perlu dihadapan ku."     

"Tidak, jauh."     

Setelah selesai memakai outfit casual dengan dress polos sederhana yang melekat di tubuhnya yang ber-body melekuk sempurna, ia menaruh handuk tersebut dengan asal di atas kasur. Nanti juga bakalan ada orang yang membersihkan kamar ini, jadi ia tidak perlu rajin-rajin menaruh barang-barang pada tempatnya semula.     

"Memangnya kita ngapain sih masih harus mengobrol seperti ini?"     

"Ya memangnya kenapa? kamu risih?"     

"Tidak, bukan risih. Tapi rasanya aneh banget, di saat laki-laki ingin mencicipi tubuhku dan sudah mendapatkannya, mereka langsung membuang ku di pagi hari tanpa ada jejak ataupun kabar pamit. Hanya ada check nominal harga dari bayaran untuk diri ku, miris sekali."     

"Dan ya, tentu saja aku bukan laki-laki yang termasuk salah satu dari mereka, Azrell."     

"Kalau begitu, baiklah." Ia berjalan menuju nakas yang sekaligus terlihat sebagai meja rias? entahlah ia tidak bisa mendeskripsikan bentuk benda yang satu ini. Ia mengambil tas jinjing, lalu meraih satu persatu base make up yang ia bawa.     

"Jangan cantik-cantik,"     

Mendengar komentar itu, Azrell melirik ke arah laki-laki yang sialnya sedang menatap dirinya tanpa menoleh ke arah lain sedikitpun. "Kenapa memangnya? suka-suka aku lah. Aku berdandan untuk diri ku sendiri, bukan untuk mu ataupun orang lain. Suka gak suka, ya aku gak peduli." ucapnya dengan nada sinis namun dilontarkan dengan tatapan datar.     

Laki-laki itu terkekeh kecil, merasa gemas dengan suasana hati Azrell yang berubah-ubah. "Bukan, bukan itu maksud ku. Kenapa wanita suka sekali salah paham?"     

"Para laki-laki saja yang omongannya terlalu bertele-tele, bukannya to the point."     

"Iya, iya. Jangan cantik-cantik ya nanti banyak laki-laki yang melirik kamu,"     

"Loh, memangnya itu masalah bagi diri mu?"     

Azrell sibuk memoles bibirnya dengan lip balm, merasa ingin tertawa meremehkan ucapan laki-laki tersebut yang seolah-olah cemburu pada orang yang meliriknya.     

"Tentu saja, karena kamu sudah menjadi wanitaku"     

"Apa maksud mu? kita hanya berhubungan badan biasa, dan hanya karena itu kamu langsung menobatkan kalau aku milik mu?"     

"Iya, karena aku menanamkan benih di tubuh mu."     

Berhenti melakukan aktifitasnya, kedua bola mata Azrell membelalak sempurna. Ia menoleh dengan perlahan ke arah laki-laki tersebut. "Kamu... gak pakai pengaman?"     

"Awalnya pakai, dan kamu bilang gesekan ku tidak berasa dan menyuruh ku melepaskannya."     

Sial, cobaan apa lagi ini?!     

Berusaha tenang, pantas saja laki-laki tersebut sama sekali tidak berniat untuk meninggalkan dirinya. Ternyata ada suatu hal yang menjadikan. alasan untung 'tanggungjawab' yang dimaksud.     

"Oke, tidak masalah."     

"Kenapa setenang itu karena kamu telah dihamili laki-laki tidak di kenal?"     

Azrell menaikkan kedua bahunya, lalu menampilkan senyum kecil. "Kalau begitu, kenalan lah. Nama ku Azrella Farisha Wallie, siapa kamu?" ucapnya sambil menjulurkan tangan, seolah-olah mereka baru bertemu dan ingin berkenalan dengan baik-baik. Tentu saja ia ingin calon anaknya memiliki sang Daddy yang sesungguhnya!     

Laki-laki tersebut membalas juluran tangan Azrell. Kalau boleh di bilang, ia juga keluarga terpandang dengan gelar yang berada satu langkah di atas keluarga dengan marga Wallie. "Lethuce Fabrio," ucapnya sambil mencium punggung tangan Azrell.     

...     

Next chapter     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.